Jika saya bunga maka saya akan bertunas
Say a ingin menghargai awal-awal hari muda saya
tanpa penyesalan
Saya ingin membangun sebuah mesin waktu
Jadi saya bisa kembali dimasa lalu
Kerinduan yang berpegang pada seseorang yang
tak tertahankan
Dilangit biru
saya bisa melihat awan putih
Mengambang dengan indahnya
Saya tidak akan berharap
Ingin kembali kemasa lalu
Saya akan menerima diriku
Untuk terus hidup dengan diri saya sekarang
Karena itu saya tidak akan berlari
Suatu hari nanti saya akan melewatinya
Jika saya melihat kelangit
Ketika aku jatuh
Bahkan hari ini
Saya bisa melihat senyum yang terbatas
Membentang di langit yang biru
Kamis, 18 Desember 2014
MIMPI YANG TERBATAS
Kisah Cinta Sedih Dan Inspirasi
Renungan - Kisah Cinta kali ini benar-benar salah
satu Kisah Paling Sedih & Paling Mengharukan
sepanjang sejarah percintaan. Mudah-mudan kita
semua tidak akan pernah mengalami seperti apa
yang ada pada Kisah Cinta Paling Sedih ini. Dan
semoga kita semua dapat mengambil pelajaran/
hikmah di balik Cerita cinta paling sedih dan
paling mengharukan berikut ini:
Sudah menjadi kehendak Allah memberinya cobaan
berupa penyakit kronis yang bersarang dan sudah
bertahun-tahun ia rasakan. Ini adalah cerita kisah
seorang gadis yang bernama Muha. Kisah ini
diriwayatkan oleh zaman, diiringi dengan tangisan
burung dan ratapan ranting pepohonan.
Muha adalah seorang gadis remaja yang cantik.
Sebagaimana yang telah kami katakan, sejak kecil
ia sudah mengidap penyakit yang kronis. Sejak
usia kanak-kanak ia ingin bergembira, bermain,
bercanda dan bersiul seperti burung sebagaimana
anak-anak yang seusianya. Bukankah ia juga
berhak merasakannya?
Sejak penyakit itu menyerangnya, ia tidak dapat
menjalankan kehidupan dengan normal seperti
orang lain, walaupun ia tetap berada dalam
pengawasan dokter dan bergantung dengan obat.
Muha tumbuh besar seiring dengan penyakit yang
dideritanya. Ia menjadi seorang remaja yang
cantik dan mempunyai akhlak mulia serta taat
beragama. Meski dalam kondisi sakit namun ia
tetap berusaha untuk mendapatkan ilmu dan
pelajaran dari mata air ilmu yang tak pernah
habis.
Walau terkadang bahkan sering penyakit kronisnya
kambuh yang memaksanya berbaring di tempat
tidur selama berhari-hari. Selang beberapa waktu
atas kehendak Allah seorang pemuda tampan
datang meminang, walaupun ia sudah mendengar
mengenai penyakitnya yang kronis itu.
Namun semua itu sedikit pun tidak mengurangi
kecantikan, agama dan akhlaknya…kecuali
kesehatan, meskipun kesehatan adalah satu hal
yang sangat penting. Tetapi mengapa?
Bukankah ia juga berhak untuk menikah dan
melahirkan anak-anak yang akan mengisi dan
menyemarakkan kehidupannya sebagaimana
layaknya wanita lain?
Demikianlah hari berganti hari bulan berganti
bulan si pemuda memberikan bantuan materi agar
si gadis meneruskan pengobatannya di salah satu
rumah sakit terbaik di dunia. Terlebih lagi
dorongan moril yang selalu ia berikan.
Hari berganti dengan cepat, tibalah saatnya
persiapan pesta pernikahan dan untuk mengarungi
bahtera rumah tangga. Beberapa hari sebelum
pesta pernikahan, calonnya pergi untuk
menanyakan pengerjaan gaun pengantin yang
masih berada di tempat si penjahit.
Gaun tersebut masih tergantung di depan toko
penjahit. Gaun tersebut mengandung makna
kecantikan dan kelembutan. Tiada seorang pun
yang tahu bagaimana perasaan Muha bila melihat
gaun tersebut.
Pastilah hatinya berkepak bagaikan burung yang
mengepakkan sayap putihnya mendekap langit dan
memeluk ufuk nan luas. Ia pasti sangat bahagia
bukan karena gaun itu, tetapi karena beberapa
hari lagi ia akan memasuki hari yang terindah di
dalam kehidupannya.
Ia akan merasa ada ketenangan jiwa, kehidupan
mulai tertawa untuknya dan ia melihat adanya
kecerahan dalam kehidupan. Bila gaun yang indah
itu dipakai Muha, pasti akan membuat
penampilannya laksana putri salju yang cantik
jelita.
Kecantikannya yang alami menjadikan diri semakin
elok, anggun dan menawan. Walau gaun tersebut
terlihat indah, namun masih di perlukan sedikit
perbaikan. Oleh karena itu gaun itu masih
ditinggal di tempat si penjahit. Sang calon berniat
akan mengambilnya besok.
Si penjahit meminta keringanan dan berjanji akan
menyelesaikannya tiga hari lagi. Tiga hari berlalu
begitu cepat dan tibalah saatnya hari pernikahan,
hari yang di nanti-nanti. Hari itu Muha bangun
lebih cepat dan sebenarnya malam itu ia tidak
tidur.
Kegembiraan membuat matanya tak terpejam.
Yaitu saat malam pengantin bersama seorang
pemuda yang terbaik akhlaknya. Si pemuda
menelepon calon pengantinnya, Muha
memberitahukan bahwa setengah jam lagi ia akan
pergi ke tempat penjahit untuk mengambil gaun
tersebut agar ia dapat mencobanya dan lebih
meyakinkan bahwa gaun itu pantas untuknya.
Pemuda itu pergi ke tempat penjahit dan
mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi
terdorong perasaan bahagia dan gembira akan
acara tersebut yang merupakan peristiwa
terpenting dan paling berharga bagi dirinya,
demikian juga halnya bagi diri Muha.
Karena meluncur dengan kecepatan tinggi, mobil
tersebut keluar dari badan jalan dan terbalik
berkali-kali. Setelah itu mobil ambulans datang
dan melarikannya ke rumah sakit.
Namun kehendak Allah berada di atas segalanya,
beberapa saat kemudian si pemuda pun meninggal
dunia. Sementara telepon si penjahit berdering
menanyakan tentang pemuda itu. Si penjahit
mengabarkan bahwa sampai sekarang ia belum
juga sampai ke rumah padahal sudah sangat
terlambat.
Akhirnyai penjahit itu tiba di rumah calon
pengantin wanita. Sekali pun begitu, pihak
keluarga tidak mempermasalahkan sebab
keterlambatannya membawa gaun itu. Mereka
malah memintanya agar memberitahu si pemuda
bahwa sakit Muha tiba-tiba kambuh dan sekarang
sedang dilarikan ke rumah sakit.
Kali ini sakitnya tidak memberi Muha banyak
kesempatan. Tadinya sakit tersebut seakan masih
berbelas kasih kepadanya, tidak ingin Muha
merasa sakit. Sekarang rasa sakit itu benar-
benar membuat derita dan kesengsaraan yang
melebihi penderitaan yang ia rasakan sepanjang
hidupnya yang pendek.
Beberapa menit kemudian datang berita kematian
si pemuda di rumah sakit dan setelah itu datang
pula berita meninggalnya sang calon pengantinnya,
Muha.
Demikian kesedihan yang menimpa dua remaja,
bunga-bunga telah layu dan mati, burung-burung
berkicau sedih dan duka terhadap mereka. Malam
yang diangan-angankan akan menjadi paling indah
dan berkesan itu, berubah menjadi malam
kesedihan dan ratapan, malam pupusnya
kegembiraan.
Kini gaun pengantin itu masih tergantung di depan
toko penjahit. Tiada yang memakai dan selamanya
tidak akan ada yang memakainya. Seakan gaun itu
bercerita tentang kisah sedih Muha. Setiap yang
melihatnya pasti akan bertanya-tanya, siapa
pemiliknya.
Tasripin, Bocah Sekecil Itu Menanggung Beban Keluarga
Renungan - Ketika jutaan anak-anak seusianya
bersekolah, bermain, dan disayang orangtua,
Tasripin (12) terpaksa menjadi buruh tani untuk
menghidupi ketiga adiknya. Peran kepala rumah
tangga kini disandangnya.
Tasripin mengambil alih tanggung jawab itu setelah
ditinggal kedua orangtuanya. Kemiskinan kian
menyudutkannya. Bocah itu tak lagi menikmati
waktu, dan menguapkan cita-citanya menjadi
guru.
Keseharian Tasripin, warga Dusun Pesawahan, Desa
Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok, Kabupaten
Banyumas, Jawa Tengah, sudah dimulai saat azan
subuh baru saja berkumandang. Ia memulai hari
dengan menanak nasi di dapur yang gelap dan
lembab. Ketiga adiknya dibangunkan, lalu satu per
satu dimandikan.
"Yang paling kecil yang rewel. Nangis terus.
Sering tak mau dimandikan jika sedang ingat
bapak. Jika ada uang, saya kasih, baru diam,"
tutur Tasripin, Sabtu (13/4), di rumahnya, yang
jauh dari standar kelayakan di kaki Gunung
Slamet.
Tasripin (dua dari kanan) bersama ketiga
adiknya di rumahnya di Dusun Pesawahan,
Desa Gunung Lurah, Kecamatan Cilongok,
Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu (13/4).
Tasripin terpaksa menanggung beban sebagai
kepala keluarga setelah ditinggal kedua
orangtuanya. Mereka sebatang kara setelah
sang ibu meninggal, sedangkan ayah mereka
bekerja di Kalimantan. Tasripin memilih
berhenti sekolah dan menjadi buruh tani
demi mendapat upah untuk makan nasi
kerupuk atau garam bagi ketiga adiknya.
Beda dengan rumah sebelahnya yang berlantai
keramik dan bertembok, rumah yang ditempati
Tasripin dan adik-adiknya terbuat dari papan
berukuran sekitar 5 meter x 6 meter. Hanya dua
kursi panjang dan satu meja kayu yang menjadi
perabot di ruang yang lantainya beralaskan semen
pecah-pecah itu. Meski hari sudah mulai siang,
ruangan itu pengap.
Tasripin dan ketiga adiknya, Dandi (7), Riyanti
(6), dan Daryo (4), tidur di dipan kayu beralaskan
karpet plastik. Saat dingin menyergap, mereka
hanya berselimutkan sarung. Lingkungan yang
jelas tidak sehat bagi bocah-bocah itu.
Setelah memandikan ketiga adiknya di pancuran
yang mengalir alami di belakang rumah, Tasripin
menyuapi Daryo, si bungsu. Pagi itu, mereka
sarapan mi instan.
"Ini sedang ada rezeki, Pak. Jika enggak ada
uang, ya nasi putih sama kerupuk, kadang cuma
sama garam," ujar Tasripin. Ia putus sekolah sejak
kelas tiga sekolah dasar (SD) sebab harus
mengurus ketiga adiknya itu.
Satinah, ibu mereka, meninggal dua tahun lalu, di
usia 37 tahun, akibat terkena longsoran batu saat
menambang pasir di dekat rumahnya. Kuswito
(42), ayah mereka, sudah setengah tahun terakhir
ini merantau ke Kalimantan bekerja di pabrik kayu
bersama Natim (21), anak sulungnya.
Jadi buruh tani
Meski yatim dan jauh dari ayahnya, Tasripin
berusaha mandiri. Ia cekatan mengurusi adik-
adiknya. Untuk makan sehari-hari, dia bekerja
membantu tetangganya menjadi buruh tani,
bekerja di sawah, mengeringkan gabah, hingga
mengangkut hasil panen turun. Ia tidak mengeluh
meski harus naik bukit sejauh 2 kilometer dari
sawah ke rumah juragannya. Tasripin berangkat ke
sawah pukul 07.00 dan pulang pukul 12.00.
"Kadang dibayar beras, kadang uang Rp 10.000.
Dicukupin buat makan dua kali sehari. Harus
disisain buat jajan adik-adik," jelasnya.
Sering kali ia terpaksa berutang. Beruntung,
tetangganya memaklumi kondisi mereka. ”Kami
paham kondisi mereka. Jika Tasripin beberapa hari
tidak ada pekerjaan, tetangga atau bibinya yang
kasih makan,” ujar Salimudin (59), pemilik warung
tempat Tasripin biasa membeli bahan makanan.
Selain memasak, Tasripin juga mencuci pakaian,
menyapu rumah, hingga terkadang membetulkan
talang air rumahnya yang bocor. Meskipun
bekerja, dia selalu memantau ke mana adik-
adiknya bermain. Jika sore menjelang dan adiknya
belum pulang, ia akan mencari mereka hingga ke
hutan.
Ayahnya beberapa kali mengirim uang melalui bibi
Tasripin. Uang itu untuk membayar listrik dan
kebutuhan mendesak, seperti jika ada adiknya
yang sakit. Akibatnya, sekolah menjadi barang
mahal bagi mereka. Dari keempat anak itu, hanya
Daryo yang bersekolah di pendidikan anak usia dini
(PAUD).
Tasripin sebenarnya masih terlilit biaya sekolah
lebih dari Rp 100.000 di SD Negeri Sambirata 3.
Kedua adiknya, Dandi dan Riyanti, tidak
melanjutkan sekolah karena malu sering diejek
teman-temannya. Riyanti, adik perempuannya,
sakit. Ada luka di kepalanya.
Meski miskin dan tidak merasakan pendidikan,
Tasripin merasa bertanggung jawab pada akhlak
adik-adiknya. Tiap sore dia mengajari adik-
adiknya membaca Al Quran. Dengan sabar, dia
juga mengajak adiknya shalat dan mengaji di
mushala depan rumahnya. Saat malam kian larut,
ia mulai menidurkan adiknya. Dinginnya angin
gunung yang menelusup melalui celah papan
rumahnya dilawan Tasripin dengan memeluk erat
adik-adiknya yang lelap.
Terpencil dan tertinggal
Potret kehidupan Tasripin tak lepas dari
kemiskinan yang membelenggu keluarganya. Ini
diperparah kondisi Dusun Pesawahan yang
terpencil. Saat masih bersekolah, Tasripin harus
berjalan kaki sekitar 3 kilometer melintasi jalan
berbatu, perbukitan, dan hutan setiap hari.
Kepala Dusun Pesawahan Warsito membenarkan,
banyak anak putus sekolah dan tak menuntaskan
pendidikan dasar sembilan tahun di dusunnya.
Selain faktor jarak, kemauan untuk belajar warga
dusun itu juga masih rendah. Bahkan, di dusun itu
hanya ada dua lulusan sekolah menengah atas dan
dua lulusan sekolah menengah pertama. ”Ratusan
warga masih buta huruf,” kata Warsito.
Dusun Pesawahan berjarak sekitar 30 kilometer
dari Purwokerto, pusat kota Banyumas. Dusun itu
terdiri atas 103 rumah dengan penduduk
berjumlah 319 jiwa.
Bupati Banyumas Achmad Husein mengaku
khawatir kisah Tasripin hanya fenomena gunung es
di Banyumas. Aparatur pemerintah harus peduli.
Sumber: KOMPAS Riau
Cerita kehidupan
Renungan - Di sebuah perumahan terkenal di
jakarta tinggalah seorang gadis bersama sang
ayah, sang ibu telah lama mendahuluinya pergi
sejak ia masih kecil. Seorang gadis yg akan di
wisuda, sebentar lagi dia akan menjadi seorang
sarjana, akhir jerih payahnya selama beberapa
tahun di bangku pendidikan.
Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah
showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada
sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford.
Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan,
nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan
membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin,
karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat
sayang padanya, sehingga dia sangat yakin nanti
dia pasti akan mendapatkan mobil itu.
Diapun ber'angan-angan mengendarai mobil itu,
bersenang-senang dengan teman-temannya.
Bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan ke
teman-temannya, Saatnya pun tiba, siang itu,
setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya.
Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air
mata karena terharu dia mengungkapkan betapa
dia bangga akan putrinya, dan betapa dia
mencintai anak itu. Lalu dia pun mengeluarkan
sebuah bingkisan,... bukan sebuah kunci!
Dengan hati yang hancur sang anak menerima
bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia
membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia
menemukan sebuah Jaket kulit Terkenal, di
belakangnya terukir indah namanya dengan sutra
emas.
Gadis itu menjadi marah, dengan suara yang
meninggi dia berteriak, "Yaahh... Ayah memang
sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah,
ayah belikan jaket ini untukku?" Lalu dia
membuang Jaket itu dan lari meninggalkan
ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa,
hatinya hancur, dia hanya berdiri mematung, tak
tahu apa yg harus di lakukannya..
Tahun demi tahun berlalu
sang gadis telah menjadi seorang yang sukses.
Dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia
berhasil menjadi seorang wanita karir. Dia
mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan
dikelilingi suami yang tampan dan anak yang
cerdas.
Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal
sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi
meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi
dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu
anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa
sayangnya pada anak itu. Sang anak pun kadang
rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi
mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya,
dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.
Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari
kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa
ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya
meninggal, dia mewariskan semua hartanya
kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh
menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke
rumah ayahnya untuk mengurus semua harta
peninggalannya. Saat melangkah masuk kerumah
itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih,
mengingat semua kenangan semasa dia tinggal
disitu. Dia merasa sangat menyesal telah bersikap
buruk terhadap ayahnya.
Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang
menari-nari di matanya, dia menelusuri semua
barang di rumah itu. Dan ketika dia membuka
lemari pakaian ayahnya, dia menemukan Jaket itu,
masih terbungkus dengan kertas kado yang sama
beberapa tahun yang lalu.
Sesuatu jatuh dari bagian kantong Jaket itu. Dia
memungutnya.. sebuah kunci mobil! Di gantungan
kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama
dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan!
Dia merogoh kantong sebelahnya dan menemukan
sesuatu,, di situ terselip STNK dan surat-surat
lainnya, namanya tercetak di situ. Dan sebuah
kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari
sebelum hari wisuda itu.
Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia
menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu
selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah
sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-
tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil
sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu.
Dengan buru-buru dia menghapus debu pada
jendela mobil dan melongok kedalam. Bagian
dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus
jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada
sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum
bangga
Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk
disamping mobil itu, ia menangis. air matanya
tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa
menyesalnya yang takan mungkin bisa terobati...
